Selasa, 29 Maret 2011

MA’RIFATULLAH DALAM PENGOBATAN

MA’RIFATULLAH DALAM PENGOBATAN

Hai jiwa yang tenang (an-nafsu al-muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. Al-Fajr:27-30)

Dari ayat di atas terdapat 3 pijakan bagi seorang pembekam sebagai dasar moral dalam melaksanakan bekam, yakni:

a. Memiliki jiwa yang tenang (an-nafsu al-muthmainnah)

Pembekam hendaklah memiliki jiwa yang tenang, karena hanya kepada jiwa yang tenang Allah memanggilnya untuk kembali kepada jalan-Nya yang lurus. Nafsu al-muthmainnah ini mampu mengalirkan energi tersembunyi yang dapat melakukan penyeimbang kepada ruh manusia yang sakit, dan dampak dari penyeimbang kepada ruh inilah yang menimbulkan kesan kesembuhan bagi penyakitpenyakit jasmani. Orang yang melihat seruan Allah ini akan membuka mata bashirahnya (mata batinnya) sehingga ia dapat melihat hakekat yang sebenarnya bahwa sesungguhnya penyakit itu sebenarnya hadir akibat dari ruh yang kotor.

b. Ridha

Seorang pembekam hendaknya menyadari betul bahwa apapun yang dalam kehidupan ini adalah atas kehendak (iradah) Allah semata. Dan Allah tidak mungkin menciptakan semua itu tanpa makna, tidaklah Allah menciptakan segala sesuati dengan sia-sia. Oleh karena semua kejadian tidak lepas dari kehendak Allah, maka seyogyanya pembekam ridha akan setiap ketentuan Allah, dan disamping itu pembekam hendaknya mampu menyakinkan pasien akan memiliki sifat ridha yang meyakini bahwa tidaklah Allah menimpakan suatu penyakit kepada seseorang melainkan pasti ada makna besar dibalik penyakit tersebut, dan Allah pulalah yang menciptakan obatnya.

c. Menggambakan diri hanya kepada Allah

masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Maksudnya seorang pembekam mesti memposisikan dirinya sebagai hamba, dan sesungguhnya itulah hakekat kedudukan manusia di hadapan rabbnya. Dengan demikian ketika pembekam mengobati pasien maka sesungguhnya hal tersebut bukan karena dorongan profesi/keuangan/kebendaan semata melainkan sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah.

Apa balasan yang dijanjikan Allah? Seorang yang mampu melewati ketiga pijakan dasar tersebut Allah, memberikan suatu penghargaan kepada hamba-Nya berupa al-jannah (syurga)

… masuklah ke dalam syurga-Ku.

Syurga merupakan balasan kasih saying Allah atas hamba-Nya. Ciri syurga adalah ketenangan dan kesenangan (kenikmatan). Orang-orang yang telah memiliki nafsu al-muthmainnah (jiwa yang tenang) ridha serta menghambakan diri hanya kepada Allah akan mendapatkan syurga yang tidak hanya di akherat tetapi bahkan ketika masih ada di dunia. Mereka akan merasa diliputi rasa tenang dan senang dalam hidupnya, sekalipun diuji dengan ujian yang macam-macam.

Kesyirikan dalam Pengobatan

Syirik merupakan dosa besar dalam pandangan Islam. Sedemikian besarnya dosa tersebut hingga Allah tidak berkenan mengampuni orang yang melakukan perbuatan syirik, terkecuali bila orang tersebut bertobat dengan taubatan nasuha (tobat yang sungguh-sungguh)

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa : 116)

Dalam pengobatan secara tidak disadari muncul perilaku kesyirikan yang terdapat di masyarakat kita. Paling tidak ada dua jenis bentuk kesyirikan dalam pengobatan; yaitu munculnya sifat keakuan dan percaya kepada sebab

a. Munculnya Sifat Keakuan

Ketika seorang pembekam menganggap bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kesembuhan

tersebut, maka sesungguhnya dalam diri pembekam tersebut telah dihinggapi sifat keakuan. Orang yang memiliki sifat ini sesungguhnya dia telah belaku syirik, sebab ia telah menduakan Tuhan. Dia mengakui adanya dualisme ‘kekuasaan’ dalam kesembuhan suatu penyakit yaitu kekuasaan Allah dan kekuasaan dirinya. Sifat keakuan inilah yang telah menyebar dimana-mana. Bermula dari keinginan yang sangat besar dari pasien untuk sembuh, sehingga apapun upaya dikerahkan untuk mendapat kesembuhan. Ketika upaya kesembuhan itu didapat pujian diberikan secara berlebih pada pengobat yang merawatnya. Pemberian pujian yang berlebihan itu dapat menjerumuskan pembekam pada perilaku sifat keakuan. Disisi lain, pengobat demi hanya mencari cara agar pasien sembuh menempuh berbagai metoda yang sesungguhnya bertentangan secara norma agama dan kodrat kemanusiaan itu sendiri, seperti pengobatan dengan energi cakra, dengan semedi, dan berbagai cara yang sejenis yang jelas-jelas berbau syirik.

b. Percaya Kepada Sebab

Ketika Nabi Musa as dikejar-kejar tentara Fir’aun hingga terdesak dan berada di tepi laut. Maka turunlah firman Allah untuk memukulkan tongkat yang dibawanya ke laut dan laut terbelah sehingga seolah-olah terbentang jalan bagi Musa dan pengikutnya menyeberangi laut tersebut selamat dari kejaran tentara Fir’aun. Siapakah yang menyelamatkan Musa dan pengikutnya? Tongkat Nabi Musa? atau Nabi Musa sendiri? Ataukah Allah? Tentu saja kita akan mengatakan Allah. Tapi mengapa Allah memerintahkan untuk memukulkan tongkat? Mengapa Allah tidak langsung saja membuat laut itu menjadi terbelah?

“Sebab tidak meninggalkan bekas

Percaya kepada sebab menjadi syirik

Meninggalkan sebab menjadi kafir”

Artinya kalau orang Islam percaya pada obat yang menghilangkan penyakit berarti dia telah syirik. Syirik seperti itu disebabkan kekeliruan kuasa, kuasa pertama kuasa obat dan kuasa kedua kuasa Allah. Adapun menolak sebab yang menjadikan kafir adalah ketika kita tahu tidak minum maka akan menjadi dahaga, jika dahaga maka harus minum. Kalau kita meninggalkan minum air dan karena itu kemudian mati, maka ia digolongkan dalam keadaan kufur sebab mati karena membunuh diri. Dalam Islam ada 5 hal yang harus dipertahankan yaitu: jiwa, harta, akal, keturunan dan agama.

Menghilangkan Kesyirikan

Seorang pengobat apakah ia herbalis atau pembekam mesti menyandarkan segala sesuatunya hanya kepada Allah. Menyadari bahwa dirinya hanya sebagai hamba yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Dan apabila ia diberi kebisaan mengobati bukan dirinyalah yang mengobati demikian pula obat yang diberikan bukan obat itu yang menyembuhkan melainkan hanyalah sebagai sarana atau jalan dari Allah.

Allah-lah Yang Maha Kuasa yang menyembuhkan suatu penyakit dan atas kuasanya pula untuk tidak disembuhkan.

Orang yang bersandar kepada Allah tidak akan pernah merasa kecewa dalam menghadapi kehidupan ini. Namun pula ia tidak merasa apatis dalam menyikapi masalah. Kalaulah pengobatan yang dilakukannya sembuh maka kesembuhan itu bukan karena dirinya, melainkan karena Allah. Sebaliknya apabila tidak sembuh sedangkan segala daya upaya dan keilmuan dia telah kerahkan namun tidak diperoleh kesembuhan maka ia akan ikhlas menerima kepurusan itu dan tetap bersabar. Penyerahdirian inilah yang mendatangkan pertolongan Allah. Ketika Nabi Ibrahim hendak dibakar dan akan ditolong oleh malaikat, Nabi Ibrahim menolaknya. Ibrahim berkata, “Tuhanku menyertaiku.” Karena kepasrahan diri yang total inilah Nabi Ibrahim selamat tanpa luka sedikitpun. Demikian pulah orang yang sakit. Separah apapun penyakit yang dideritanya, jika ia benar-benar berserah diri kepada Allah, niscaya Allah akan menolongnya. Penyakit yang dideritanya tidak bias memberikan mudharat (bahaya) apa-apa tehadap dirinya, sebab hanya Allah yang berkuasa. Perbaiki niat kita. Sebuah perbuatan yang kelihatan aktifitas keseharian biasa, dapat bernilai ibadah dan mendapat pahala dari Allah. Sebaliknya, ibadah haji sekalipun akan menjadi amalan duniawi biasa dan bahkan bisa menjadi dosa karena niat kita.

Tapi ingat! Niat tidak menghalalkan cara. Berobat dan mengobati suatu penyakit adalah perbuatan baik, tetapi jika kemudian ia mencari obat-obatan yang haram atau pengobatan yang bertentangan dengan ketauhidan maka jelas hal seperti itu tidak dibenarkan.

(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku, dan yang akan mematikan Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), (QS. Asy Syu'araa' : 78-81)


Untuk Konsultasi kesehatan silahkan hubungi :
BEKAM SURABAYA ( KLINIK KARUNIA ILAHI )
Alamat: Jl. Kenongosari VI /12 Pepelegi Waru-Sidoarjo
Telp.03171995583 SMS.085749407000


Tidak ada komentar:

Posting Komentar